Jumat, 09 Oktober 2015

ASKEP CKD

Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD)



A. Pengertian
Berikut ini ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik menurut beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua fungsi yang bertahap diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Mary E. Doengoes, 2000).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis dan transplantasi ginjal (Aru A. Sudoyo, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (Suzanne C.Smeltzer, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia.

B. Patofisiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik biasanya dipengaruhi oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glumerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dikontrol,obtruksi traktus urinarius, penyakit ginjal polikistik, infeksi dan agen toksik. fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh, semakin banyak yang timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berarti dan akan membaik setelah dialisis. Banyak permasalahan yang muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan clearens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
- Stadium I (Penurunan cadangan ginjal)
Fungsi ginjal antara 40 % - 75 %, pada stadiusm ini kreatinin serum dan kadar urea dalam darah (BUN) normal, pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi kerja yang berat pda ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes Glomerolus Filtrasi Rate (GFR) yang teliti.
- Stadium II (Insufisiensi ginjal)
Fungsi ginjal antara 20 – 50 %, pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat melebihi kadar normal. Timbul gejala – gejala nokturia (pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap samapai sebanyak 700 ml, dan poliuria (peningkatan volume urine yang terus menerus). Poliuria pada gagal ginjal lebih besar pada penyakit terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
- Stadium III (Uremi gagal ginjal)
Fungsi ginjal kurang dari 10 %, pada stadium akhir sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur, taua hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal, kreatinin sebesar 5 – 10 ml per menit atau kurang. Gejala – gejala yang timbul cukup parah anatara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing atau sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang – kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Penderita akan mengalami oliguria (pengeluaran urine kurang dari 500 ml) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula – mula menyerang tubulus ginjal.
●> Manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik adalah pada sistem gastrointestinal yaitu anoreksia, nausea, vomitus, nafas bau amonia, stomatitis, parotitis, cegukan, gastritis erosif, ulkus peptik dan kolitis uremik. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, myeri dada, dysritmia, udem, sesak nafas, bibir cyanosis. Sistem neuromuskuler : rasa pegal pada tungkai bawah, rasa semutan dan seperti terbakar terutama pada telapak kaki, gangguan tidur, tremor, kejang – kejang. Sistem endokrin : gangguan seksual seperti libido, fertilitas, dan ereksi menurun, amenorea, gagguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak dan Vit. D. Sistem hematologik : anemia, gangguan trombosit, gagguan fungsi leukosit. Sistem pernafasan : dsypneu, kusmaul. Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan gagal ginjal kronis adalah hiperkalemia, hipertensi, anemis, asidosis metabolik, malnutrisi, uremia, gagal jantung dan penyakit tulang.




C. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
  • Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
  • Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak  cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
  • Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
  • Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.
  • Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
  • Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena.Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
  • Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
  • Dialisis.
  • Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
  • Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
  • Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
  • Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
  • Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
  • Lemak diberikan bebas.
  • Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
  • Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

D. Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan CKD.
Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999) dan Susan Martin Tucker (1998).
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema periorbital, fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikardtis takikardia dan disritmia.
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal – gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan  kusmaul, udem paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal, sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
6. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop, osteosklerosis, dan osteomalasia.
7. Sisem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria, anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.
8. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
9. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (1999), Suzanne C. Smeltzer (2001) adalah sebagai berikut :
  1. Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh, berat jenis kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg, klirens kreatinin agak menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari 40 mEq/L, proteinuria.
  2. Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb kurang dari  7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH menurun dan terjadi asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium serum rendah, kalium meningkat 6,5 mEq atau lebih besar, magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun, protein khususnya albumin menurun.
  3. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan urine.
  4. KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi (batu).
  5. Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia).
  6. Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel, juga menilai apakah proses sudah lanjut.
  7. Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
  8. Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi olah karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah jarang dilakukan.
  9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
  10. Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
  11. Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang atau jari) dan klasifikasi metastatik.

E.   Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges (1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001) diagnosa keperawatan pada klien CKD adalah sebagai berikut :
  1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang atau pembatasan nutrisi.
  3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume cairan.
  4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
  5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
  6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan produksi/sekresi eritropoetin.
  7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi ginjal.
  8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

F. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.

Tujuan :  Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.

Kriteria Evaluasi :

a) Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.

b) BB stabil.

c) TTV dalam batas normal.

d) Tidak ada edema.

Intervensi :

a) Awasi denyut jantung TD dan CVP.

b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat..

c) Awasi berat jenis urine.

d) Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.

e) Batasi pemasukan cairan.

f) Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.

g) Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.

h) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium dan natrium serum.

i) Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.

j) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif

k) Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan nutrisi.

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Evaluasi :

a) Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.

b) Bebas edema.

Intervensi :

a) Kaji/catat pemasukan diet.

b) Beri makan sedikit tapi sering.

c) Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pemilihan menu.

d) Timbang BB tiap hari.

e) Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium, kalium.

f) Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.

g) Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.

h) Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B Komplek, anti emetik.

3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume cairan.

Tujuan : Curah jantung adekuat.

Kriteria evaluasi :

a) TD dan frekuensi dalam batas normal.

b) Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.

c) Dispneu tidak ada.

Intervensi :

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dyspneu.

b) Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.

c) Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak mantap dengan inspirasi dalam posisi terlentang.

d) Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti kapiler, suhu dan sensori atau mental.

e) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.

f) Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.

g) Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres), captopirl (capoten), klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).

4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.

Tujuan : Tingkat mental meningkat

Kriteria evaluasi : Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan kognitif/deficit memori.

Intervensi :

a) Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.

b) Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.

c) Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.

d) Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televise, radio, dan kunjungan.

e) Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan sebagainya.

f) Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang menantang dan pemikiran tidak logis.

g) Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana. Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai kebutuhan.

h) Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.

i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan lab BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar glukosa, AGD.

j) Hindari penggunaan barbiturate dan opiad.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.

Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.

Kriteria Evaluasi : Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah erusakan atau cedera

kulit.

Intervensi :

a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.

b) Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.

c) Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.

d) Inspeksi area tergantung terhadap edema.

e) Ubah posisi sering, gerakan pasiaen dengan berlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku tumit.

f) Berikan perawatan kulit.

g) Barikan salap atau krim(analin, aquaphor).

h) Pertahanan linen kering dan bebas keriput.

i) Selidiki keluhan gatal.

j) Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku pendek.

k) Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar

6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau sekresi eritropoetin.

Tujuan : Cedera tidak terjadi.

Kriteria Evaluasi :

a) Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.

b) Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.

Intervensi :

a) Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.

b) Observasi takikardia, kulit atau membrane mukosa pucat, dispneu dan nyeri dada.

c) Awasi tingkat kesadaran klien.

d) Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.

e) Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.

f) Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan area ekimosis karena trauma kecil, ptechie, pembengkakan sendi atau membran mukosa.

g) Hematemesis sekresi Gastrointestinal atau darah feses.

h) Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau penusukan vaskuler.

i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit, faktor pembekuan darah.

j) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi, asam fosfat (folvite), sianokobalamin (betaun), simetidin (tegamert), ranitidine (zartoc), anatasiad, pelunak feses, laxative bulk (metamucit).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar