Kamis, 12 November 2015

ASKEP HERNIA

ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA
Kata Hernia berasal dari Bahasa Latin, herniae, yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui jaringan ikat tipis yang lemah (defek) pada dinding rongga itu, baik secara kongenital maupun didapat, yang memberi jalan keluar pada setiap alat tubuh selain yang biasa melalui dinding tersebut. (www.Indomedia.com, 2007).(Mansjoer,2000:313).

TINJAUAN TEORITIS HERNIA

A. Pengertian
Hernia atau usus turun adalah penonjolan abnormal suatu organ/ sebagian dari organ melalui lubang pada struktur disekitarnya.
Pengertian Hernia adalah menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal malalui sebuah defek konsenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216). Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Hernia inguinalis adalah hernia isi perut yang tampak di daerah sela paha (regio inguinalis). (Oswari, 2000 : 216).
Secara umum Hernia merupakan proskusi atau penonjolan isi suatu rongga dari berbagai organ internal melalui pembukaan abnormal atau kelemahan pada otot yang mengelilinginya dan kelemahan pada jaringan ikat suatu organ tersebut (Griffith, 1994).

B. Etiologi
1. Hernia congenital:
Processus vaginalis peritoneum persisten testis tidak samapi scrotum, sehingga processus tetap terbuka.
Penurunan baru terjadi 1-2 hari sebelum kelahiran, sehingga processus belum sempat menutupdan pada waktu dilahirkan masih tetap terbuka.
Predileksi tempat: sisi kanan karena testis kanan mengalami desensus setelah kiri terlebih dahulu. 
Dapat timbul pada masa bayi atau sesudah dewasa. 
Hernia indirect pada bayi berhubungan dengan criptocismus dan hidrocele
2. Hernia didapat:
  • Ada factor predisposisi 
  • Kelemahan struktur aponeurosis dan fascia tranversa 
  • Pada orang tua karena degenerasi/atropi 
  • Tekanan intra abdomen meningkat 
  • Pekerjaan mengangkat benda-benda berat 
  • Batuk kronik 
  • Gangguan BAB, missal struktur ani, feses keras 
  • Gangguan BAK, mis: BPH, veskolitiasis 
  • Sering melahirkan: hernia femoralis

C. Klasifikasi Hernia
1. Berdasarkan proses terjadinya hernia terbagi atas :
  • Hernia bawaan (Kongenital) 
> Hernia umbilikalis 
> Hernia diafragnatika 
> Hernia inguinalis lateralis
  • Hernia dapatan (akuisita) 
> Hernia inguinalis medialis
> Hernia femoralis
2.   Berdasarkan letak, Hernia terbagi atas :
  • Hernia diafragma 
  • Hernia inguinalis 
  • Hernia umbilical 
  • Hernia strotalis 
  • Hernia insisional

D. Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batukyang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus kedaerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal dan kegemukan. Pertama-tama terjadi kerusakan yang sangat kecil pada dinding abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ-organ selalu selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan dan mengakibatkan kerusakan yang sangat parah.sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren. 

E. Penatalaksanaan medis
  • Terapi konservatif/non bedah meliputi :
=> Pengguanaan alat penyangga bersifat sementara seperti pemakaian sabuk/korset pada hernia ventralis. 
=>  Dilakukan reposisi postural pada pasien dengan Hernia inkaseata yang tidak menunjukkan gejala sistemik.
  • Terapi umum adalah terapi operatif
  • Jika usaha reposisi berhasil dapat dilakukan operasi herniografi efektif.
  • Jika suatu operasi daya putih isi Hernia diragukan, diberikan kompres hangat dan setelah 5 mennit di evaluasi kembali.
  • Jika ternyata pada operasi dinding perut kurang kuat sebaiknya digunakan marleks untuk menguatkan dinding perut setempat.
  • Teknik hernia plastik, endoskopik merupakan pendekatan dengan pasien berbaring dalam posisi trendelernberg 40 OC.
  • Pengobatan dengan pemberian obat penawar nyeri, misalnya Asetaminofen, antibiotic untuk membasmi infeksi, dan obat pelunak tinja untuk mencegah sembelit.
  • Diet cairan sampai saluran gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang dan tinggi protein untuk mempercepat sembelit dan mengadan selama BAB, hindari kopi kopi, teh, coklat, cola, minuman beralkohol yang dapat memperburuk gejala-gejala. 
  • Hindari aktivitas-aktivitas yang berat.

F. Komplikasi
Hernia berulang,Kerusakan pada pasokan darah, testis atau saraf jika pasien laki-laki, Pendarahan yang berlebihan / infeksi lluka bedah,Luka pada usus (jika tidak hati-hati), Setelah herniografi dapat terjadi hematoma, fostes urin dan feses, residip, komplikasi lama merupakan atropi testis karena lesi.

TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN HERNIA

A.Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1). Sirkulasi

Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).

2). Integritas ego

Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.

Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.

3). Makanan / cairan

Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).

4). Pernapasan

Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.

5). Keamanan

Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.

Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.

6). Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

B.Diagnosa Keperawatan yang sering muncul

Periode post-operatif (Doenges, 1999).

Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

C. Intervensi dan implementasi

a) Diagnosa periode post-operatif (Doenges, 1999).

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi.

Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang

Kriteria Hasil : - klien mengungkapkan rasa nyeri berkurang

-tanda-tanda vital normal

-pasien tampak tenang dan rileks

INTERVENSI

pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri

Rasional : Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan.

Anjurkan klien istirahat ditempat tidur

Rasional : istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri

Atur posisi pasien senyaman mungkin

Rasional : posisi yang tepat mengurangi penekanan dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri.

Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam

Rasional : relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman

Kolaborasi untuk pemberian analgetik.

Rasional : analgetik berguna untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih nyaman.

2. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi bedah/operasi.

Tujuan : tidak ada infeksi

Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

-luka bersih tidak lembab dan kotor.

-Tanda-tanda vital normal

INTERVENSI

Pantau tanda-tanda vital.

Rasional : Jika ada peningkatan tanda-tanda vital besar kemungkinan adanya gejala infeksi karena tubuh berusaha intuk melawan mikroorganisme asing yang masuk maka terjadi peningkatan tanda vital.

Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

Rasional : perawatan luka dengan teknik aseptik mencegah risiko infeksi.

Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.

Rasional : untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.

Rasional : penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal membuktikan adanya tanda-tanda infeksi.

Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

Rasional : antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post operasi.

Tujuan : pasien dapat tidur dengan nyaman

Kriteria hasil : - pasien mengungkapkan kemampuan untuk tidur.

-pasien tidak merasa lelah ketika bangun tidur

-kualitas dan kuantitas tidur normal

INTERVENSI

1) Mandiri

Berikan kesempatan untuk beristirahat / tidur sejenak, anjurkan latihan pada siang hari, turunkan aktivitas mental / fisik pada sore hari.

Rasional : Karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan yang dapat mengakibatkan kebingungan, aktivitas yang terprogram tanpa stimulasi berlebihan yang meningkatkan waktu tidur.

Hindari penggunaan ”Pengikatan” secara terus menerus

Rasional : Risiko gangguan sensori, meningkatkan agitasi dan menghambat waktu istirahat.

Evaluasi tingkat stres / orientasi sesuai perkembangan hari demi hari.

Rasional : Peningkatan kebingungan, disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif (sindrom sundowner) dapat melanggar pola tidur yang mencapai tidur pulas.

Lengkapi jadwal tidur dan ritoal secara teratur. Katakan pada pasien bahwa saat ini adalah waktu untuk tidur.

Rasional : Pengatan bahwa saatnya tidur dan mempertahankan kestabilan lingkungan. Catatan : Penundaan waktu tidur mungkin diindikasikan untuk memungkin pasien membuang kelebihan energi dan memfasilitas tidur.

Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi dan masase punggung.

Rasional : Meningkatkan relaksasi dengan perasan mengantuk

Turunkan jumlah minum pada sore hari. Lakukan berkemih sebelum tidur.

Rasional : Menurunkan kebutuhan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/berkemih selama malam hari.

Putarkan musik yang lembut atau ”suara yang jernih”

Rasional : Menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara-suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyeyak.

2)Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi : Antidepresi, seperti amitriptilin (Elavil); deksepin (Senequan) dan trasolon (Desyrel).

Rasional : Mungkin efektif dalam menangani pseudodimensia atau depresi, meningkatkan kemampuan untuk tidur, tetapi anti kolinergik dapat mencetuskan dan memperburuk kognitif dalam efek samping tertentu (seperti hipotensi ortostatik) yang membatasi manfaat yang maksimal.

Koral hidrat; oksazepam (Serax); triazolam (Halcion).

Rasional : Gunakan dengan hemat, hipnotik dosis rendah mungkin efektif dalam mengatasi insomia atau sindrom sundowner.

Hindari penggunaan difenhidramin (Benadry1).

Rasional : Bila digunakan untuk tidur, obat ini sekarang dikontraindikasikan karena obat ini mempengaruhi produksi asetilkon yang sudah dihambat dalam otak pasien dengan DAT ini.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas ringan atau total.

Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.

- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

INTERVENSI

Rencanakan periode istirahat yang cukup.

Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.

Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Barbara Engram, Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta, 1998.

2. Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.

3. Griffith H. Winter, Buku Pintar Kesehatan, EGC, Jakarta, 1994.

4. Lynda Juall carpernito, Rencana Asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan, EGC, Jakarta, 1995.

5. Nettina, S.M, 2001, Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.

6. Oswari, E. 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : FKUI.

7. W.A. Dorland Newman, Kamus Kedokteran Dorland, EGC, Jakarta, 2002.


https://www.blogger.com/blogger.g?blogID=417852243842907570#editor/target=post;postID=3916315531716203965;onPublishedMenu=allposts;onClosedMenu=allposts;postNum=0;src=postname

Sabtu, 10 Oktober 2015

ASKEP GLOMERULUSNEFRINITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GLOMERULUSNEFRITIS
A. PENGERTIAN
Glomerulus adalah berkas kecil atau tumpukan,seperti glomerulus yang tersusun dari pembuluh darah atau serabut saraf,serinng digunakan sendiri untuk menyatakan satu dari glomeruli ginjal. (Dorlan,hal.471).
Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. Donna J. Lager, 2009.
Glomerulonefritis Kronik adalah salah satu penyebab penting penyakit gagal ginjal stadium akhir yang bermanifestasi sebagai gagal ginjal kronik. (Patologi,edisi 7.hhal : 559).
Glemuronefritis kronis adalah penyakit yang berkenbang lambat yang sering menimbulkan gagal ginjal irreversible. (Fisiologi Kedokteran.hal :517)

B. ETIOLOGI
Glomerulonefritis adalah penyakit akibat respon imunologi dan hanya jenis tertentu saja yang secara pasti diketahui etioliginya. Dan proses Imunologenetic yang menentukan bagaimana individu merespon suatu kejadian.
Penyebab glomerulus nefritis akut oleh virus atau bakteri seperti (sreptokokus, bakteri, virus)

■ Kerusakan Glomerulus pada GN
Kerusakan Glomerulus tidak langsung disebabkan oleh endapan kompleks imun. Berbagai proses inflamasi,sel inflamasi,mediator inflamasi dan komplemen berperan pada kerusakan glomerulus. Kerusakan Glomerulus dapat terjadi dengan melibatkan system komplemen tanpa keterlibatan sel inflamasi, dan melibatkan inflamasi.Pada sebagian GN, endapan kompleks imun akan memicu proses inflamasi dalam glomerulus dan menyebabkan proliferasi sel. Terdapat 2 bentuk cedera akibat antibody:
  • Cedera akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi larut yang beredar dalam darah di glomerulus.
  • Cedera oleh antibodi yang bereaksi in situ di dalam glomerulus,baik dengan antigen glomerulus tak larut yang menetap (intrinsic) maupun dengan molekul yang bersangkut di glomerulus.

C. TANDA & GEJALA
Banyak pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa gejala sama sekali untuk beberapa tahun.
  1. Hipertensi/peningkatan kadar BUN (N=10-20mg/dl) dan kreatinin serum (L : 0,85-1,5 & P : 0,7-1,25 mg/dl)
  2. Pendarahan hidung (epistaksis)
  3. Stroke / kejang mendadak
  4. Kehilangan berat badan & kekuatan badan
  5. Peningkatan iritabilitas
  6. Nokturia (↑ miksi di malam hari)
  7. Sakit kepala
  8. Pusing
  9. Gangguan pencernaan
  10. Pasien tampak sangat kurus
  11. Pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan
  12. Edema perifer (dependen)
  13. Tekanan darah mungkin normal/naik dengan tajam
  14. Temuan pada retina mencakup hemoragi,adanya eksudat,arteriol menyempit dan berliku-liku serta papil edema 
  15. Membran pucat karena anemia
  16. Vena mengalami distensi karena cairan berlebih
  17. Kardiomegali, irama Gallop
  18. Tanda gagal jantung kongesti lain dapat terjadi
  19. Bunyi krekel dapat didengar di paru

D. PENATALAKSANAAN MEDIS
Gejala yang muncul pada pasien dengan Glomerulonefritis kronik akan menjadi pedoman penatalaksanaan rawt jalan.Jika terdapat hipertensi,tekanan diturunkan dengan natrium dan pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk susu,telur,daging) diberikan untuk mendukung status nutrisi untuk menyediakan proten bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Infeksi traktus urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal lebih lanjut.
Jika edema berat terjadi,pasien harus tirah baring. Kepala tempat tidur digunakan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian harus dipantau, dan diuretic digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan. Masukan natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal pasien untuk mengekskresi air dan natrium.
Dimulainya dyalisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga agar kondisi fisik pasien tetap optimal,mencegah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.Rangkaian penanganan dyalisis sebelum pasien menurunkan komplikasi signifikan.

E. PATOFISIOLOGI
Glomerulonefritis kronik awitannya mungkin seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibodi yang lebih ringan, kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima dari ukuran normal,dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas.Korteks mengecil menjadi lapisan yang tebalnya 1-2 mm atau kurang.Berkas jaringan parut merusak sisa korteks,menyebabkan permukaan ginjal kasar dan irregular. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah menjadi jaringan parut,dan cabang-cabang arteri renal menebal. Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan ginjal tahap akhir(ESRD).

G. EVALUASI DIAGNOSTIK
■.Urinalitis menunjukkan gravitasi mendekati 1.010,proteinuria dan endapan urinarius (butr-butir yang disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak)
■. Ketika gagal ginjal terjadi dan filtrasi glomerulus menurun dibawah 50ml/menit(N : 100-120ml/menit,1,67-2,00 ml/detik,maka terjadi perubahan :
  • Hiperkalemia akibat penurunan eskresi,masukan dari makanan dan medikasi,asidosis dan katabolisme
  • Asidosis metabolic akibat sekresi asam oleh ginjal dan ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat
  • Anemia akibat penurunan eritropoesis (produk SDM) 
  • Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui membrane glomerulus yang rusak.
  • Serum kalsium meningkat 
  • Hipermagnesrumia akibat penurunan eskresi dan ingesti antacid yang mengandung magnesium 
  • Kerusakan hantaman saraf akibat abnormalitas elektrolidt dan uremia
■. Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan edema pulmoner 
■. EKG mungkin normal imun dapat juga menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan gangguan elektrolit,seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T.

H. ASUHAN KEPERAWATAN

1.Pengkajian

a. Aktivitas/Istirahat

Gejala : Keletihan,kelemahan (malaise).

Tanda : Kelemahan otot,kehilangan tonus

b. Sirkulasi

Tanda : Hipotensi/hipertensi

c. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih,abdomen kembung,diare/konstipasi

Tanda : Perubahan warna urine

d. Makanan/Cairan

Gejala : Peningkatan berat badan,Penurunan berat badan,mual,muntah

Tanda : Perubahan turgor kulit

e. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala,penglihatan kabur.

Tanda : Gangguan status mental & kejang

f. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri tubuh,sakit kepala

Tanda : Perilaku berhati-hati,gelisah.

g. Pernapasan

Gejala : Napas pendek

Tanda : Takipnea, peningkatan frekuensi, kedalaman.

h. Keamanan

Gejala : adanya reaksi transfungsi

Tanda : demam,pruritus

2. Diagnosa Keperawatan

a. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebih.

Tujuan : Homeostasis meningkat

Kriteri Hasil : Menunjukan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang,turgor kulit baik,membrane mokosa lembab,nadi perifer,berat badan dan tanda vital stabil,elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :

1) Ukur pemasukan dan pengeluaran dengan akurat

2) Berikan cairan yang diijinkan selama periode 24 jam

3) Awasi tekanan darah

4) Perhatikan tanda/gejala dehidrasi

5) Kolaborasi (awasi pemeriksaan laboratorium,contoh barium)

Implementasi :

1) Mengukur pemasukan dan pengeluaran dengan akurat

2) Memberikan cairan yang diijinkan selama periode 24 jam

3) Mengawasi tekanan darah

4) Memperhatikan tanda/gejala dehidrasi

5) Berkolaborasi mengawasi pemeriksaan laboratorium,contoh barium.

Evaluasi :

Diharapkan pasien menunujukkan pemasukkan dan pengeluaran mendekati seimbang,turgor kulit baik,membrane mukosa lembab,nadi perifer teraba,berat badan dan tanda vital stabil,elektrolit dalam batas normal.

b. Kelelahan b/d Anemia

Tujuan : Menerima kenyataan situasi

Kriteria Hasil : Melaporkan rasa perbaikan energy

Intervensi :

1) Evaluasi laporan kelelahan,kesulitan menyelesaikan tugas

2) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan

3) Identifikasi factor stress/psikologis yang memperberat

4) Kolaborasi (mengawasi kadar elektrolit termasuk kalsium,magnesium dan kalium)

Evaluasi :

Pasien diharapkan melaporkan rasa perbaikan berenergi.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia

Tujuan : Menunjukkan berat badan stabil

Kriteria Hasil : Mempertahankan/mmeningkatkan berat badan,seperti yang diindikasikan oleh suatu individu,bebas edema.

Intervensi:

1) Kaji/catat pemasukan diet

2) Berikan makan sedikit dan sering

3) Berikan pasien daftar makanan/cairan yang diijinkan dan dorong terlibat pada pemilihan menu

4) Timbang berat badan tiap hari

5) Kolaborasi

Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN,albumin,serum,transferin,natrium dan kalium & konsul dengan ahli gizi

Implementasi:

1) Mengkaji/catat pemasukan diet

2) Memberikan makan sedikit tapi sering

3) Memberikan pasien daftar makanan/cairan yang diijinkan dan dorong terlibat pada pemilihan menu

4) Menimbang berat badan

5) Kolaborasi

Mengawasi pemeriksaan laboratorium,contoh : BUN,albumin,serum,transferin,natrium dan kalium & menngkonsulkan dengan ahli gizi.

Evaluasi:

Pasien diharapkan mempertahankan/meningkatkan berat badan,seperti yang diindikasikan oleh situasi individu,bebas edema.


ASKEP GASTRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN GASTRITIS
A. PENGERTIAN
Gastritis adalah inflamasi mukosa lambung (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
Gastritis adalah suatu peradangan lokal atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan. ( J. Reves, 1999 ).
Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronik, difus dan lokal yang disebabkan oleh makanan, obat – obatan, zat kimia, stres, dan bakteri.

B. KLASIFIKASI
Gastritis menurut jenisnya terbagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Gastritis Akut
Gastritis (inflamasi mukosa lambung) paling sering diakibatkan oleh kesembronoan diit, misalnya makan terlalu banyak, terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu banyak bumbu atau makanan yang terinfeksi. Penyebab lain termasuk alcohol, aspirin, fefluks empedu dan terapi radiasi. Gastritis dapat juga menjadi tanda pertama infeksi sistemik akut. Bentuk gastritis akut yang lebih parah disebabkan oleh asam kuat aatu alkali, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi.
2. Gastritis Kronis
Inflamasi yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus lambung jinak maupun ganas, oleh bakteri H. Pylori . gastritis kronis mungkin diklasifikassikan sebagai Tipe A atau Tipe B. Tipe A ini terjadi pada fundus atau korpus lambung. Tipe B (H. Pylori)mengenai antrum dan pylorus. Mungkin berkaitan dengan bacteria H. Pylori. Faktor diit seperti minuman panas, bumbu penyedap,penggunaan obat, alcohol, merokok atau refluks isi usus kedalam lambung.

C. PATOFISIOLOGI
Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang masuk kedalam lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya sehingga lambung kehilangan barrier (pelindung). Selanjutnya terjadi peningkatan difusi balik ion hidrogen. Gangguan difusi pada mukosa dan peningkatan sekresi asam lambung yang meningkat / banyak. Asam lambung dan enzim-enzim pencernaan. Kemudian menginvasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi peradangan. Inilah yang disebut gastritis. Respon mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung (gastritis korosif). Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronis dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau abu-abu kehijauan (gastitis atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronis dapat pula terjadi bersamaan dengan ulkus peptikum atau mungkin terjadi setelah tindakan gastroyeyunostomi.

D. ETIOLOGI
  1. Infeksi bakteri. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi H. pylori sering terjadi pada masa kanak – kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung. Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian besar orang yang terkena infeksi H. pylori kronis tidak mempunyai kanker dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini sedangkan yang lain tidak.
  2. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika pemakaian obat – obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
  3. Penggunaan alkohol secara berlebihan. Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
  4. Penggunaan kokain. Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan pendarahan dan gastritis.
  5. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta pendarahan pada lambung.
  6. Kelainan autoimmune. Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B-12). Kekurangan B-12, akhirnya, dapat mengakibatkan pernicious anemia, sebuah konsisi serius yang jika tidak dirawat dapat mempengaruhi seluruh sistem dalam tubuh. Autoimmune atrophic gastritis terjadi terutama pada orang tua.
  7. Crohn’s disease. Walaupun penyakit ini biasanya menyebabkan peradangan kronis pada dinding saluran cerna, namun kadang-kadang dapat juga menyebabkan peradangan pada dinding lambung. Ketika lambung terkena penyakit ini, gejala-gejala dari Crohn’s disease (yaitu sakit perut dan diare dalam bentuk cairan) tampak lebih menyolok daripada gejala-gejala gastritis.
  8. Radiasi and kemoterapi. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung. 
  9. Penyakit bile reflux. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis.
  10. Faktor-faktor lain. Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati atau ginjal.

E. KOMPLIKASI
a. Gastritis Akute
○ Perdarahan saluran cerna atas, hingga anemia dan kematian.
○ Ulkus pada lambung: Karena erosi pada area yang mengelilingi membrane mukosa lambung. biasanya terjadi akibat keseringan menggunakan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid, penggunaan alcohol, dan perokok berat,juga oleh H. Pylori. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segeraPerforasi lambung.
b. Gastritis Kronis
○ Gangguan penyerapan Vitamin B12 karena atropi lambung dan akan terjadi anemia pernisiosa.
○ Gangguan penyerapan zat besi.
○ Penyempitan daearah fillorus.
○ Kanker lambung; biasanya terjadi pada individu usia 40 tahun keatas dan juga pad individu yang lebih muda. Diit yang mengiritasi biasanya adalah factor utamanya. (makanan yang diasap dan sedikit mengkonsumsi buah dan sayur), penyakit ini timbul akibat gastritis yang sudah kronis, anemia pernisiosa, ulkus gastrikum.

F. PEMERIKSAAN MEDIS
Bila seorang pasien didiagnosa terkena gastritis, biasanya dilanjutkan dengan pemeriksaan tambahan untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan tersebut meliputi :
  1. Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan lambung akibat gastritis.
  2. Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.
  3. Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
  4. Endoskopi saluran cerna bagian atas. Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimati-rasakan (anestesi) sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop.
  5. Ronsen saluran cerna bagian atas. Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan ronsen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di ronsen.

G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Gastritis Akut
● Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi
● Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
● Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan hemoragie yang terjadi pada saluran gastrointestinal bagian atas.
● Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).
● Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan.
● Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
b. Gastritis Kronis
● Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
● H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol).
■ TERAPI UNTUK GASTRITIS
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebab spesifiknya dan mungkin memerlukan perubahan dalam gaya hidup, pengobatan atau, dalam kasus yang jarang, pembedahan untuk mengobatinya.
~Terapi terhadap asam lambung
Asam lambung mengiritasi jaringan yang meradang dalam lambung dan menyebabkan sakit dan peradangan yang lebih parah. Itulah sebabnya, bagi sebagian besar tipe gastritis, terapinya melibatkan obat-obat yang mengurangi atau menetralkan asam lambung seperti :
  1. Anatsida. Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
  2. Penghambat asam. Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi.
  3. Penghambat pompa proton. Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
  4. Cytoprotective agents. Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. pylori.
~Terapi terhadap H. pylori
Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.
Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.
Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

H. PENCEGAHAN
Walaupun infeksi H. pylori tidak dapat selalu dicegah, berikut beberapa saran untuk dapat mengurangi resiko terkena gastritis :
  1. Makan secara benar. Hindari makanan yang dapat mengiritasi terutama makanan yang pedas, asam, gorengan atau berlemak. Yang sama pentingnya dengan pemilihan jenis makanan yang tepat bagi kesehatan adalah bagaimana cara memakannya. Makanlah dengan jumlah yang cukup, pada waktunya dan lakukan dengan santai.
  2. Hindari alkohol. Penggunaan alkohol dapat mengiritasi dan mengikis lapisan mukosa dalam lambung dan dapat mengakibatkan peradangan dan pendarahan.
  3. Jangan merokok. Merokok mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, membuat lambung lebih rentan terhadap gastritis dan borok. Merokok juga meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan penyebab utama terjadinya kanker lambung. Tetapi, untuk dapat berhenti merokok tidaklah mudah, terutama bagi perokok berat. Konsultasikan dengan dokter mengenai metode yang dapat membantu untuk berhenti merokok.
  4. Lakukan olah raga secara teratur. Aerobik dapat meningkatkan kecepatan pernapasan dan jantung, juga dapat menstimulasi aktifitas otot usus sehingga membantu mengeluarkan limbah makanan dari usus secara lebih cepat.
  5. Kendalikan stress. Stress meningkatkan resiko serangan jantung dan stroke, menurunkan sistem kekebalan tubuh dan dapat memicu terjadinya permasalahan kulit. Stress juga meningkatkan produksi asam lambung dan melambatkan kecepatan pencernaan. Karena stress bagi sebagian orang tidak dapat dihindari, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara effektif dengan cara diet yang bernutrisi, istirahat yang cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
  6. Ganti obat penghilang nyeri. Jika dimungkinkan, hindari penggunaan AINS, obat-obat golongan ini akan menyebabkan terjadinya peradangan dan akan membuat peradangan yang sudah ada menjadi lebih parah. Ganti dengan penghilang nyeri yang mengandung acetaminophen.
  7. Ikuti rekomendasi dokter.

KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GASTRITIS

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/ istirahat.

Gejala: Kelemahan/ kelelahan.

Tanda: Takhikardi, takipnoe, ( hiperventilasi ).

2. Sirkulasi.

Gejala: Hipotensi, Takhikardi, Disritmia.

Tanda: Kelemahan nadi / perifer, Pengisian kapiler lambat,Warna kulit pucat, sianosis, Kelembaban kulit, berkeringat.

3. Integritas Ego.

Gejala: Faktor stress akut / psikologi, perasaan tidak berdaya.

Tanda: Tanda ansietas, misalnya ; pucat, gelisah, berkeringat, perhatian menyempit.

4. Eliminasi.

Gejala: Perubahan pola defekasi /karakteristik feces.

Tanda: Nyeri tekan abdomen, Distensi abdomen, peningkatan bunyi usus,karakteristik feses ; diare dan konstipasi.

5. Makanan /Cairan.

Gejala: Anorexia,mual, dan muntah, cegukan, tidak toleran terhadap makanan.

Tanda: Muntah, membran mukosa kering, turgor kulit menurun.

6. Neorosensori.

Gejala: Pusing, sakit kepala, terasa berdengung.

Tanda: Status mental, tingkat kesadaran terganggu, cenderung mengantuk, disorientasi, bingung.

7. Nyeri /Kenyamanan.

Gejala: Nyeri digambarkan tajam, dangkal, rasa terbakar, perih

Tanda: Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah banyak makan & hilang setelah minum obat antasida. Nyeri epigastrium kiri menyebar ketengah dan menjalar tembus kepinggang 1-2 jam setelah makan ( ulkus peptik ). Nyeri epigastrium kanan ± 4 jam setelah makan dan hilang setelah diberi antasida ( ulkus doudenum). Faktor pencetus, makanan, rokok, alkohol penggunaan obat tertentu. Stress psikologis.

8. Keamanan.

Gejala: Alergi terhadap obat.

Tanda: Peningkatan suhu.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL

1. Perubahan kenyamanan; Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa gaster.

Tujuan jangka pendek : Pasien mengatakan rasa nyeri berkurang.

Tujuan jangka panjang : Tidak terjadi iritasi berlanjut.

Intervensi:

Puasakan pasien pada 6 jam pertama.Berikan makanan lunak sedikit demi sedikit dan beri minum yang hangat.Identifikasi dan batasi makanan yang menimbulkan ketidaknyamanan.Observasi keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitasnya, ( skala 0-10 ), serta perubahan karakteristik nyeri.

Rasionalisasi.

Mengurangi inflamasi pada mukosa lambung.Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah
periode puasa.Dapat menyebabkan distres pada bermacam-macam individu / dispepsia.Perubahan
karakteristik nyeri dapat menunjukan penyebaran penyakit /
terjadinya komplikasi.

2. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Anorexia.

Tujuan jangka pendek : Pemasukan nutrisi yang adekuat.

Tujuan jangka panjang : Mempertahankan BB tetap seimbang.

Intervensi:

Buat program kebutuhan nutrisi harian & standar BB minimum.Berikan perawatan mulut sebelum & sesudah makan.Monitor aktivitas fisik dan catat tingkat aktivitas tersebut.Hindari makanan yang menimbulkan gas.Sediakan makanan dengan ventilasi yang baik, lingkungan yang menyenangkan,
dengan situasi yang tidak terburu-buru.

Rasionalisasi.

Sebagai acuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien.Memberikan rasa nyaman pada mulut dan dapat mengurangi rasa mual.Membantu dalam mempertahankan tonus otot dan berat badan juga untuk
mengontrol tingkat pembakaran kalori.Dapat mempengaruhi nafsu makan / pencernaan dan membatasi masukan nutrisi.Lingkungan yang mennyenangkan dapat menurunkan stress dan lebih kondusif untuk
makan.

3. Ansietas tahap sedang berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan jangka pendek : Pasien dapat mendiskusikan permasalahan yang
dihadapinya.

Tujuan jangka panjang : Pasien dapat memecahkan masalah dengan menggunakan sumber yang efektif.

Intervensi

Observasi respon fisiologis, mis : takipnoe, palpitasi, pusing.Catat petunjuk perilaku, mis : gelisah, midah tersinggung.Dorong pernyataan takut dan ansietas, berikan respon umpan balik.Berikan lingkungan yang tenang untuk beristirahat.Berikan tekhnik relaksasi, mis: latihan nafas dalamdan bimbingan imaginasi.Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan melakukan koping positif.

Rasionalisasi

Dapat menjadi indikasi derajat ansietas yang dialami pasien.Indikator derajat ansietas.Membuat hubungan therafiutik, membantu pasien untuk menerima perasaan dan
menurunkan ansietas yang tidak perlu tentang ketidak tahuan.Memindahkan pasien dari stresor luar dan meningkatkan relaksasi, juga dapat
meningkatkan ketrampilan koping.Cara relaksasi dapat membantu menurunkan takut dan ansietas.Perilaku yang berhasil dapat menguatkan pasien dalam menerima ansietas,
meningkatkan rasa pasien terhadap kontrol diri dan memberikan
keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah ; Buku Saku untuk Brunner dan Suddarth, EGC, Jakarta.

Crowin, Elizabeth J. 2002. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arief. (1999). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius; Jakarta

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 1. Jakarta: EGC.

________. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC.

 http://en.wikipedia.org, Gastritis



Jumat, 09 Oktober 2015

ASKEP CKD

Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik (CKD)



A. Pengertian
Berikut ini ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik menurut beberapa literatur yang penulis gunakan, yaitu :
Gagal ginjal kronik adalah penurunan semua fungsi yang bertahap diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit (Mary E. Doengoes, 2000).
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya pada suatu derajat memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis dan transplantasi ginjal (Aru A. Sudoyo, 2006).
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan reversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia (Suzanne C.Smeltzer, 2001).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia.

B. Patofisiologi
Penyebab dari gagal ginjal kronik biasanya dipengaruhi oleh penyakit sistemik seperti diabetes melitus, glumerulonefritis, pielonefritis, hipertensi yang tidak dikontrol,obtruksi traktus urinarius, penyakit ginjal polikistik, infeksi dan agen toksik. fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya dieksresikan kedalam urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh, semakin banyak yang timbunan produk sampah, maka gejala akan semakin berarti dan akan membaik setelah dialisis. Banyak permasalahan yang muncul pada ginjal sebagai akibat dari penurunan glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan clearens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal.
Perjalanan penyakitnya dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu :
- Stadium I (Penurunan cadangan ginjal)
Fungsi ginjal antara 40 % - 75 %, pada stadiusm ini kreatinin serum dan kadar urea dalam darah (BUN) normal, pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal hanya dapat terdeteksi dengan memberi kerja yang berat pda ginjal tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes Glomerolus Filtrasi Rate (GFR) yang teliti.
- Stadium II (Insufisiensi ginjal)
Fungsi ginjal antara 20 – 50 %, pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat melebihi kadar normal. Timbul gejala – gejala nokturia (pengeluaran urine pada waktu malam hari yang menetap samapai sebanyak 700 ml, dan poliuria (peningkatan volume urine yang terus menerus). Poliuria pada gagal ginjal lebih besar pada penyakit terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari.
- Stadium III (Uremi gagal ginjal)
Fungsi ginjal kurang dari 10 %, pada stadium akhir sekitar 90 % dari massa nefron telah hancur, taua hanya sekitar 200.000 nefron yang masih utuh. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal, kreatinin sebesar 5 – 10 ml per menit atau kurang. Gejala – gejala yang timbul cukup parah anatara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas, pusing atau sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang – kejang dan akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Penderita akan mengalami oliguria (pengeluaran urine kurang dari 500 ml) karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula – mula menyerang tubulus ginjal.
●> Manifestasi klinis dari gagal ginjal kronik adalah pada sistem gastrointestinal yaitu anoreksia, nausea, vomitus, nafas bau amonia, stomatitis, parotitis, cegukan, gastritis erosif, ulkus peptik dan kolitis uremik. Sistem kardiovaskuler : hipertensi, myeri dada, dysritmia, udem, sesak nafas, bibir cyanosis. Sistem neuromuskuler : rasa pegal pada tungkai bawah, rasa semutan dan seperti terbakar terutama pada telapak kaki, gangguan tidur, tremor, kejang – kejang. Sistem endokrin : gangguan seksual seperti libido, fertilitas, dan ereksi menurun, amenorea, gagguan toleransi glukosa, gangguan metabolisme lemak dan Vit. D. Sistem hematologik : anemia, gangguan trombosit, gagguan fungsi leukosit. Sistem pernafasan : dsypneu, kusmaul. Komplikasi yang sering terjadi pada klien dengan gagal ginjal kronis adalah hiperkalemia, hipertensi, anemis, asidosis metabolik, malnutrisi, uremia, gagal jantung dan penyakit tulang.




C. Penatalaksanaan
Untuk mendukung pemulihan dan kesembuhan pada klien yang mengalami CKD maka penatalaksanaan pada klien CKD terdiri dari penatalaksanan medis/farmakologi, penatalaksanan keperawatan dan penatalaksanaan diet. Dimana tujuan penatalaksaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
1. Penatalaksanaan medis
  • Cairan yang diperbolehkan adalah 500 samapai 600 ml untuk 24 jam atau dengan menjumlahkan urine yang keluar dalam 24 jam ditamnbah dengan IWL 500ml, maka air yang masuk harus sesuai dengan penjumlahan tersebut.
  • Pemberian vitamin untuk klien penting karena diet rendah protein tidak  cukup memberikan komplemen vitamin yang diperlukan.
  • Hiperfosfatemia dan hipokalemia ditangani dengan antasida mengandung alumunium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan.
  • Hipertensi ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif dan control volume intravaskuler.
  • Asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik biasanya tampa gejala dan tidak memerlukan penanganan, namun demikian suplemen makanan karbonat atau dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis metabolic jika kondisi ini memerlukan gejala.
  • Hiperkalemia biasanya dicegah dengan penanganan dialisis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral maupun intravena.Pasien harus diet rendah kalium kadang – kadang kayexelate sesuai kebutuhan.
  • Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan epogen (eritropoetin manusia rekombinan). Epogen diberikan secara intravena atau subkutan tiga kali seminggu.
  • Dialisis.
  • Transplantasi ginjal.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
  • Hitung intake dan output yaitu cairan : 500 cc ditambah urine dan hilangnya cairan dengan cara lain (kasat mata) dalam waktu 24 jam sebelumnya.
  • Elektrolit yang perlu diperhatikan yaitu natrium dan kalium. Natrium dapat diberikan sampai 500 mg dalam waktu 24 jam.
3. Penatalaksanaan Diet
  • Kalori harus cukup : 2000 – 3000 kalori dalam waktu 24 jam.
  • Karbohidrat minimal 200 gr/hari untuk mencegah terjadinya katabolisme protein
  • Lemak diberikan bebas.
  • Diet uremia dengan memberikan vitamin : tiamin, riboflavin, niasin dan asam folat.
  • Diet rendah protein karena urea, asam urat dan asam organik, hasil pemecahan makanan dan protein jaringan akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gagguan pada klirens ginjal. Protein yang diberikan harus yang bernilai biologis tinggi seperti telur, daging sebanyak 0,3 – 0,5 mg/kg/hari.

D. Pengkajian
Untuk mengetahui permasalahan yang ada pada klien dengan CKD perlu dilakukan pengkajian yang lebih menyeluruh dan mendalam dari berbagai aspek yang ada sehingga dapat ditemukan masalah-masalah yang ada pada klien dengan CKD.
Pengkajian pada klien CKD menurut Suzanne C. Smeltzer, Doenges (1999) dan Susan Martin Tucker (1998).
1. Sistem Kardiovakuler
Tanda dan gejala : Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sacrum). Edema periorbital, fiction rub pericardial, dan pembesaran vena jugularis, gagal jantung, perikardtis takikardia dan disritmia.
2. Sistem Integument
Tanda dan gejala : Warna kulit abu – abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, echimosis, kulit tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, turgor kulit buruk, dan gatal – gatal pada kulit.
3. Sistem Pulmoner
Tanda dan gejala : Sputum kental , nafas dangkal, pernafasan  kusmaul, udem paru, gangguan pernafasan, asidosis metabolic, pneumonia, nafas berbau amoniak, sesak nafas.
4. Sistem Gastrointestinal
Tanda dan gejala : Nafas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual, muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal, sto,atitis dan pankreatitis.
5. Sistem Neurologi
Tanda dan gejala : Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, penurunan konsentrasi, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, dan perubahan perilaku, malaise serta penurunan kesadaran.
6. Sistem Muskuloskletal
Tanda dan gejala : Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop, osteosklerosis, dan osteomalasia.
7. Sisem Urinaria
Tanda dan gejala : Oliguria, hiperkalemia, distropi renl, hematuria, proteinuria, anuria, abdomen kembung, hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolik.
8. Sistem Reproduktif
Tanda dan gejala : Amenore, atropi testikuler, penurunan libido, infertilitas.
9. Penyuluhan dan pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria, malignasi, riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.
- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien CKD untuk mengetahui penyebab dan daerah yang terkena menurut Doenges (1999), Suzanne C. Smeltzer (2001) adalah sebagai berikut :
  1. Urine : Volume kurang dari 40 ml / 24 jam ( oliguria ), warna keruh, berat jenis kurang dari 1.015, osmolalitas kurang dari 350 m.osn/kg, klirens kreatinin agak menurun kurang 10 ml / menit, natrium lebih dari 40 mEq/L, proteinuria.
  2. Darah : BUN/kreatinin meningkat lebih dari 10 mg/dl, Ht menurun, Hb kurang dari  7 – 8 gr/dl, SDM waktu hidup menurun, AGD (pH menurun dan terjadi asidosis metabolic (kurang dari 7.2), natrium serum rendah, kalium meningkat 6,5 mEq atau lebih besar, magnesium/fosfat meningkat, kalsium menurun, protein khususnya albumin menurun.
  3. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 nOsm/kg, sering sama dengan urine.
  4. KUB Foto : Menunjukkan ukuran finjal/ureter/kandung kemih dan adanya obstruksi (batu).
  5. Elektrokardiografi (ECG) : Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda – tanda perikarditis, aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia dan hipokalsemia).
  6. Ultrasonografi (USG) : Menilai bentuk dan besar ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan paremkim ginjal, ureter proximal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya faktor yang reversibel, juga menilai apakah proses sudah lanjut.
  7. Foto polos abdomen : Sebaiknya tampa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain.
  8. Pielografi Intravena (PIV) : Pada PIV, untuk CKD tak bermanfaat lagi olah karena ginjal tidak dapat mengeluarkan kontras, saat ini sudah jarang dilakukan.
  9. Pemeriksaan Pielografi Retrograd : Dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel.
  10. Pemeriksaan Foto Dada : Dapat terlihat tanda – tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.
  11. Pemerikasaan Kardiologi tulang : Mencari osteoditrofi (terutama tulang atau jari) dan klasifikasi metastatik.

E.   Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian yang telah didapat atau terkaji, kemudian data dikumpulkan maka dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa keperawatan yang ada pada klien dengan CKD. Menurut Doenges (1999), Lynda Juall (1999), dan Suzanne C. Smeltzer (2001) diagnosa keperawatan pada klien CKD adalah sebagai berikut :
  1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.
  2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake kurang atau pembatasan nutrisi.
  3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume cairan.
  4. Perubahan proses pikir berhubungan dengan akumulasi toksin.
  5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolisme.
  6. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan penekanan produksi/sekresi eritropoetin.
  7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan, anemia, penurunan fungsi ginjal.
  8. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan tidak mengenal sumber informasi.

F. Perencanaan Keperawatan
Setelah diagnosa keperawatan pada klien dengan CKD ditemukan, maka dilanjutkan dengan menyusun perencanaan untuk masing-masing diagnosa yang meliputi prioritas diagnosa keperawatan, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi sebagai berikut :

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal.

Tujuan :  Mempertahankan berat tubuh ideal tampa kelebihan cairan.

Kriteria Evaluasi :

a) Haluaran urine tepat dengan berat jenis/hasil lab mendekati normal.

b) BB stabil.

c) TTV dalam batas normal.

d) Tidak ada edema.

Intervensi :

a) Awasi denyut jantung TD dan CVP.

b) Catat pemasukan dan pengeluaran akurat..

c) Awasi berat jenis urine.

d) Timbang BB tiap hari dengan alat ukur dan pakaian yang sama.

e) Batasi pemasukan cairan.

f) Kaji kulit, area tergantung edema, evaluasi derajat edema.

g) Kaji tingkat kesadaran, selidiki perubahan mental, adanya gelisah.

h) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium : Kreatinin, ureum HB/Ht, kalium dan natrium serum.

i) Kolaborasi foto dada, berikan/batasi cairan sesuai indikasi.

j) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : Diuretik, anti hipertensif

k) Kolaborasi untuk dialisis sesuai indikasi.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan nutrisi.

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.

Kriteria Evaluasi :

a) Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.

b) Bebas edema.

Intervensi :

a) Kaji/catat pemasukan diet.

b) Beri makan sedikit tapi sering.

c) Berikan pasien daftar makanan tatau cairan yang diizinkan dan dorong terlibat pada pemilihan menu.

d) Timbang BB tiap hari.

e) Kolaborasi pemeriksaan lab BUN, albumin serum, transferin, natrium, kalium.

f) Kolaborasi dengan ahli gizi, berikan kalori tinggi rendah protein.

g) Batasi kalsium, natrium dan pemasukan fosfat sesuai indikasi.

h) Berikan obat sesuai indikasi, seperti zat besi, kalsium, Vit D, Vit B Komplek, anti emetik.

3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan volume cairan.

Tujuan : Curah jantung adekuat.

Kriteria evaluasi :

a) TD dan frekuensi dalam batas normal.

b) Nadi perifer kuat dan waktu pengisian kapiler vaskuler.

c) Dispneu tidak ada.

Intervensi :

a) Auskultasi bunyi jantung dan paru, evaluasi adanya edema perifer/kongesti vaskuler dan keluhan dyspneu.

b) Kaji adanya/derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan posturat.

c) Selidiki keluhan nyeri dada, beratnya (skala 1- 10) dan apakah tidak mantap dengan inspirasi dalam posisi terlentang.

d) Evaluasi bunyi jantung, TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti kapiler, suhu dan sensori atau mental.

e) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas.

f) Kolaborasi pemeriksaan lab : Elektrolit, BUN, Foto dada.

g) Berikan obat antihipertensif, contoh : Prozin (minipres), captopirl (capoten), klonodin (catapres), hidralazin (apresolinie).

4. Perubahan proses fikir berhubungan dengan akumulasi toksin.

Tujuan : Tingkat mental meningkat

Kriteria evaluasi : Dapat mengeidentifikasi cara untuk mengkompensasi gangguan kognitif/deficit memori.

Intervensi :

a) Kaji luarnya gangguan kemampuan berfikir, memori, dan orientasi.

b) Pastikan dari orang terdekat tingkat mental pasien biasanya.

c) Berikan orang terdekat informasi tentang status pasien.

d) Berikan lingkungan tenang dan izinkan menggunakan televise, radio, dan kunjungan.

e) Orientasikan kembali terhadap lingkungan, orang dan sebagainya.

f) Hadirkan kenyataan secara singkat, ringkas, dan jarang menantang dan pemikiran tidak logis.

g) Komunikasikan informasi/instruksi dalam kalimat pendek dan sederhana. Tanyakan pertanyaan ya/tidak, ulangi penjelasan sesuai kebutuhan.

h) Buat jadwal teratur untuk aktivitas yang diharapkan.

i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan lab BUN/kreatinin, elektrolit serum, kadar glukosa, AGD.

j) Hindari penggunaan barbiturate dan opiad.

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status metabolik.

Tujuan : Mempertahankan kulit utuh.

Kriteria Evaluasi : Menunjukkan prilaku/teknik untuk mencegah erusakan atau cedera

kulit.

Intervensi :

a) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler.

b) Pertahankan kemerahan, eskoriasi, observasi terhadap ekimosis, purpura.

c) Pantau masukan cairan dan hidrasi kuli dan membran mukosa.

d) Inspeksi area tergantung terhadap edema.

e) Ubah posisi sering, gerakan pasiaen dengan berlahan, beri bantalan pada tonjolan tulang dengan kulit domba, pelindung siku tumit.

f) Berikan perawatan kulit.

g) Barikan salap atau krim(analin, aquaphor).

h) Pertahanan linen kering dan bebas keriput.

i) Selidiki keluhan gatal.

j) Anjurkan pasienm menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan pada area pruritus, pertahankan kuku pendek.

k) Anjurkan menggunakan pakaian katun dan longgar

6. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan penekanan produksi atau sekresi eritropoetin.

Tujuan : Cedera tidak terjadi.

Kriteria Evaluasi :

a) Tidak mengalami tanda atau gejala perdarahan.

b) Mempertahankan atau menunjukkan perbaikan nilai laboratorium.

Intervensi :

a) Perhatikan keluhan peningkatan kelelahan, kelemahan.

b) Observasi takikardia, kulit atau membrane mukosa pucat, dispneu dan nyeri dada.

c) Awasi tingkat kesadaran klien.

d) Evaluasi respon terhadap aktivitas, kemampuan untuk melakukan tugas.

e) Batasi contoh vaskuler, kombinasikan tes laboratorium bila mungkin.

f) Observasi perdarahan terus menerus dari tempat penusukan, perdarahan area ekimosis karena trauma kecil, ptechie, pembengkakan sendi atau membran mukosa.

g) Hematemesis sekresi Gastrointestinal atau darah feses.

h) Berikan sikat gigi halus, pencukur elektrik, gunakan jarum kecil bila mungkin dan lakukan penekanan lebih lama setelah penyuntikan atau penusukan vaskuler.

i) Kolaborasi : awasi pemeriksaan laboratorium : jumlah trombosit, faktor pembekuan darah.

j) Kolaborasi: berikan obat sesuai indikasi contoh sediaan besi, asam fosfat (folvite), sianokobalamin (betaun), simetidin (tegamert), ranitidine (zartoc), anatasiad, pelunak feses, laxative bulk (metamucit).